21/04/14

KH. MASYKUR (Nama, Cerita, dan Jasa)

Sudah banyak yang lupa rupanya generasi pemuda Singosari tentang sosok-sosok yang merubah Singosari dimasa lalu, sosok yang sangat berjasa bagi kita semua, sosok yang melahirkan banyak Tokoh-tokoh baru di Singosari maupun Kabupaten Malang dan Nasional, dan mirisnya lagi seakan-akan ketika saya berbicara tentang beliau di zaman ini seperti asing dan kurang bisa dihargai tentang arti makna sejarah itu, karena bagaimanapun bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Jerit payah mereka dimasa lalu seakan tidak berlaku dan kita tinggal menikmati jasa beliau-beliau tanpa berpikir bagaimana beliau memperjuangkannya. Kali ini saya mengangkat sedikit biografi tentang Sosok KH. Masykur.

Sosok KH. Masykur mungkin asing di telinga genearsi muda zaman sekarang karena pada era globalisasi geneaasi muda khususnya mahasiswa lebih mengenal sosok idola mereka seperti pemain sepak bola, penyanyi, artis idola dan sebagainya. Mereka lebih mengenal sosok yang mereka anggap modern dan maju di zamannya. Pengaruh budaya barat yang masuk tanpa “penyaring” membuat anak muda makin melupakan tokoh bangsanya.



KH. Masykur merupakan salah satu tokoh penting dalam pembangunan bangsa Indonesia dan perkembangan Agama Islam. Beliau merupakan tokoh besar yang pernah ada di Indonesia. Oleh karenanya para generasi muda Indonesia sudah seharushnya mengenali tokoh bangsanya sendiri karena ada sebuah pepatah yang mengatakan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati pahlawannya” jadi jika bangsa kita ingin menjadi bangsa yang besar hormatilah para pahlawan yang telah berjasa membangun bangsa ini, di mana salah satu di antara tokoh terhormat lagi mulia itu adalah KH Masykur.

Latar Kehidupan

KH Masykur lahir di Singosari pada tahun 1315 H / 1900 M. Wafat 18 Desember 1992 dimakamkan di pemakaman keluarga pondok bungkuk, Singosari. Beliau mengenyam pendidikan di pesantren Bungkuk-Singosari, lalu meneruskan ke pesantren Sono-Sidoarjo, pesantren Siwalan, Panji-Sidoarjo, lalu melanjutkan lagi ke pesantren Tebuireng-Jombang untuk memperdalam ilmu tafsir dan Hadits, beliau juga berguru Qiraat Al Qur’an kepada ke KH Cholil di Bangkalan, Madura, dan terakhir beliau nyantri di pesantren Jamsaren, Solo. Beliau hanya mempunyai satu orang putra yang bernama Syariful Islam.

Ketika ibunda KH Masykur mengandung dia melaksanakan haji ke tanah suci meskipun begitu dia tetap melakasanakan haji dengan khidmat. Oleh karenanya beliau sudah merasakan naik Haji bahkan ketika masih di dalam kandungan. Pada usia sepuluh tahun beliau sudah menunaikan kewajiban yang ke-5 sebagai umat muslim yang taat.

Ayahanda beliau sangat anti terhadap penajajah belanda. Oleh karena itu beliau menghabiskan masa muda beliau di lingkungan pesantren. Sepulang dari tanah suci beliau di masukkan ke Pesantren Bungkuk di daerah Singosari, Malang. Setelah menamatkan pendidikan di Pesantren Bungkuk, beliau melanjutkan nyantri dan mendalami ilmu nahwu sharaf di Pesantren Sono, Sidoarjo, lalu empat tahun kemudian melanjutkan di Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo khusus dalam bidang fikih, lalu ke Pesantren Tebuireng, Jombang. Dari Jombang beliau melanjutkan nyantri ke KH Cholil di Bangkalan, dan terakhir mondok di Pesantren Jamsaren, Solo. Pada usia ke-27 tahun, KH Masykur menikah dengan cucu Kiai Thohir, Pengasuh Pesantren Bungkuk.

Salah satu pernyataan beliau yang penulis anggap sangat mulia adalah "Kerjakan sesuatu sampai tuntas. Sekecil apapun pekerjaan, jika ditangani secara tuntas akan sangat berarti." Pernyataan beliau sangatlah bijak, ini membuat motivasi bagi kita agar giat dan tekun dalam hal apa pun agar bisa mendapatakn hasil yang maksimal dan juga jangan pernang memandang remeh sebuah pekerjaan.

Peranan beliau di masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan
Kaktifan beliau dalam bidang politik tidak bisa dipandang sebelah mata. Sudah banyak jabatan dan posisi penting yang pernah dijabatnya. Karir beliau dimulai ketika beliau menjabat ketua NU cabang Malang dan turut aktif dalam laskar Hisbullah, yaitu sebuah pergerakan militer dalam melawan kolonial Belanda. Beliau juga pernah bertempur secara gerilya di bawah komando Panglima Besar Jenderal Sudirman. Beliau pernah diangkat oleh pemerintahan Jepang sebagai Syu Sang Kai (semacam DPRD). Lalu menjelang kemerdekaan RI, ia terpilih menjadi anggota sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Di sidang ini, ia dengan tegas menyatakan bahwa dasar negara Indonesia harus berpijak pada ajaran Islam karena negara ini memiliki mayoritas penduduk Muslim. Pada November 1947 beliau di panggil ke ibu kota negara pada saat itu Yogyakarta oleh presiden Ir. Soekarno. Bung Karno menawari posisi sebagai menteri agama, yang ia terima di masa Kabinet Amir Syarifuddin ke-2. Sejak saat itu, KH Masykur pindah dari Singosari untuk menetap di Yogyakarta.

Dalam Kabinet Hatta-2, KH Masykur kemudian diangkat kembali menjadi menteri agama. Namun kabinet ini tidak berlangsung lama, karena pada akhir tahun 1949, terbentuk kabinet baru yang bernama Kabinet RI peralihan. Sekali lagi, pada pemerintahan kabinet ini, KH Masykur kembali terpilih menjadi menteri agama. Lalu pada tahun 1952, KH Masykur kemudian dipilih sebagai ketua Dewan Presidium Pengurus Besar NU. Beliau kemudian ditetapkan sebagai ketua umum tanfiziyah PBNU. Sebagai organisasi partai, terpilihnya KH Masykur serta merta menjadikannya sebagai ketua partai. Karena itu, pada masa kabinet Ali Wongso Arifin, ia terpilih kembali menjadi menteri agama dari NU. Salah satu hasil karya KH Masykur saat menjabat menteri agama adalah pembuatan Alquran raksasa yang menjadi Alquran pusaka. Untuk mewujudkan gagasannya, KH Masykur meminta bantuan Haji Abu Bakar Atjeh, Haji Syamsiar, dan Salim Fahmi Langkat. Dengan dukungan Presiden Soekarno dan Wapres Muhammad Hatta, akhirnya keinginan tersebut terwujud. Kini Alquran pusaka tersebut tersimpan di Masjid Baiturrahim, Istana Negara, Jakarta.

Setelah masa presiden Ir. Soekarno berakhir KH Masykur masih menunjukan eksitensinya di dunia politik. Ini terbukti ketiaka di masa pemerintahan Orde Baru, KH Masykur terpilih menjadi Ketua Sarekat Buruh Muslimin Indonesia atau Sarbumusi. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga yang berada di bawah naungan NU. Kepemimpinan KH Masykur membuat lembaga ini maju pesat hingga pernah mengunjungi Uni Soviet (kala itu) untuk meninjau kegiatan kaum buruh sekaligus perkembangan Islam di negara komunis tersebut. Saat NU kemudian bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), KH Masykur terpilih menjadi ketua fraksi PPP di DPR yang saat itu sedang membahas RUU Perkawinan. Meski usianya tak lagi muda, namun KH Masykur terus aktif berkarya. Beliau tetap menjadi rekomendasi para pengurus besar NU (PBNU) yang meminta saran dan nasihatnya. Karya terakhir yang dirintisnya adalah mendirikan Universitas Islam Sunan Giri Malang (Unisma). Lembaga pendidikannya ini berada di bawah naungan Lembaga Pendidikan Ma'arif Pusat yang merupakan lembaga pendidikan milik NU. Lalu Pada 19 Desember 1992, salah satu ulama besar, tokoh perjuangan, dan cendikiawan Muslim Indonesia ini berpulang ke pangkuan Yang Mahakuasa. Semua jasa-jasa yang telah beliau berikan tak akan pernah hilang di telan zaman.

# Tulisan ini di sajikan dari Mas Doni Iswara, mahasiswa Program Studi Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya, jika terdapat kekurangan atas sumber tulisan atau penjelasan, maka saran dan kritik sangat terbuka bagi kami.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar