Jarum
jam menunjukan panah panjangnya tepat pada angka satu, sedangkan adiknya yang pendek tepat pada angka 12.
Waktu dimana keberangkatan ke medan perang hanya tersisa beberapa kedipan mata
saja, saat dimana peperangan sudah di depan mata, perjuangan
sudah di mulai, niat dan gigihnya kekuatan sudah waktunya untuk di bulatkan. 22
sepetember 2013 sejarah mencatat tanggal, tanggal dimana saya tinggalkan
Indonesia, tanggal dimana saya bersama prajurit prajurit kecil yang berjiwa
besar , saya bersama para syuhada memulai mengangkat senjata. Tetapi mungkin
perang yang saya hadapi ini berbeda dengan peperangan di zaman rosulullah Saw,
ini bukan perang yang membutuhkan senjata tombak ataupun meriam, juga bukan
perang yang menjatuhkan darah sang musuh. Bahkan peperangan
ini lebih dahsyat, perang melawan kebodohan, perang dengan pengorbanan
jiwa dan raga juga konsentrasi otak, perang dengan senjata tabah,sabar serta ikhlas untuk menghadapi berbagai cobaan tembakan depan mata,. Karna pada
tanggal inilah kita membuka siupan udara baru, berjuang menuntut ilmu, merauk segala sesuatu yang bermanfaat yang ada d medan perang, menggali beribu ribu mutiara yang akan kita persembahkan untuk Negara tersanjung kita `Indonesia’ beberapa tahun kedepan saat waktunya tiba.jika banyak pejuang masa lalu yang rela mati demi kemerdekaan, maka kami disini rela berkorban demi menggapai asa dan cita menjadi sosok yang bernilai.
tanggal inilah kita membuka siupan udara baru, berjuang menuntut ilmu, merauk segala sesuatu yang bermanfaat yang ada d medan perang, menggali beribu ribu mutiara yang akan kita persembahkan untuk Negara tersanjung kita `Indonesia’ beberapa tahun kedepan saat waktunya tiba.jika banyak pejuang masa lalu yang rela mati demi kemerdekaan, maka kami disini rela berkorban demi menggapai asa dan cita menjadi sosok yang bernilai.
Pada
saat yang sama semua itu memngingatkan untuk menyibak dokumen-dokumen memori
beberapa tahun silam, dokumen yang menjelaskan bagaimna titik titik perjuangan
serta pertahananku sampai bisa mencapai bandara soekarno hatta untuk berangkat
ke maroko atas naungan kementrian agama bersama mereka orang-orang yang gigih.
Fikiran ini berputar pada zaman yang lalu dimana otak masih belum bisa membedakan
manakah Negara yang akan di tuju untuk berperang, karna sungguh asa untuk dapat duduk di bangku
kuliah di negri sebrang adalah sebuah impian yang tak dapat ku temukan dari
mana ia berawal. Entah sesuatu apa yang terlintas pada syaraf ini pada saat
itu, aku berfikir untuk ingin berkecimpung bersama mereka orang orang barat, karna
kemampuan bahasa inggris saya yang sangat minim, maka dengan hidup langsung
terjun dalam kehidupan yang real, mungkin akan memudahkan untuk lebih mendalaminya
kelak. London, Amsterdam, Rotterdam, prancis ,itu semua seringkali membuatku
tergiur atas keindahan alam di dalamnya, dan nama Negara-negara itulah yang seringkali
menari-nari di otak. Saya ajukan keinginan ini pada seorang manusia yang
melalui beliaulah saya di titipkan Allah menghirup udara di dunia yang abstrak
ini . tetapi mungkin keinginan ini bukan
sesuatu yang bagus di hadapan keduanya. Menimang fikiran saya yang pada saat
itu masih sangat labil,secara saat itu masih duduk di kelas 3 smp.
Dengan berjalannya waktu saya rubah mimpi
itu, mimpi yang tadinya ingin hidup di Negara yang bernuansa kebarat-baratan, setelah
satu tahun berlalu tepat pada saat itu sesudah menyaksikan sebuah fakta tantang
ricuhnya dunia dengan pengaruh-pengaruh kaum musyrikin. Subhanallah,
astaghfirullah, entah sebutan apa yang harus di keluarkan dari ujung lisan ini.
Sungguh sangat mengenaskan melihatnya, hati ini tak sanggup menyatakan bahwa
diri ini dalam ketakutan, ia tumbuh dari kegelisahan yang beranak pinak,
mengular, mengakar. tak sanggup rasanya jika harus berfikir bagaimana memandang
dunia ini dalam kehancuran. Maka pada saat itu pula bulatlah nekat ini untuk
berjuang atau menetap di Negara yang bernaungan islam . akan memperdalam pngetahuan.keimanan.
serta keislaman. Karna hanya bekal itulah yang benar-benar akan saya enyam
madunya di akherat kelak.
Sampai suatu ketika gendang teliga ini di
belalakakan dengan mendengar sebuah informasi yang sangat menggugah, tentang
subah universitas yang berada d tengah pusat khatulistiwa kehidupan. Pusat
dimana banyak sekali ilmu islam, bukan hanya terkesima tetapi amat sangat
tergiur batin ini untuk mendengar nama “Jamiatul Ummul Quro” , nama yang sangat
mudah di hafal dan sangat susah pula untuk di lupakan. Karna setiap kabar dan
pengetahuan yang saya dapat tentang itu selalu saja menyejukkan hati. Semua itu
bukan hanya seperti sepatu yang menemaniku dalam setiap langkah . Bahkan segala
pemikiran tentang mekkah itu seperti payung yang selalu menyejukkanku,dari
keadaan alam yang strategis, pemukimannya yang sangat indah, gaya gravitasi
yang tepat di tengah pusat peradaban dunia. Semua itu telah bengiang ngiang d otak melayang bagai
lambaian tangan yang indah. Setelah semua itu saya mantapkan niat serta luruskan nekat untuk menuju negri nan
damai itu, semua informasi saya gali sedalam mungkin, setiap berita tentang
universitas itu di kumpulkan dan di seleksi satu persatu,tuk di perdalami
syarat-syarat yang kira-kira menjadi alasan penyebab keterimanya saya mejadi pelajar disana.
Memang ada dari beberapa syarat yang sangat berat untuk menyanggupinya, yang pertama dan sangat berat ialah mahrom,
subhanallah itu masih sangat jauh sekali untuk terfikirkan di benak ini. Tak
terbayang bagaimana untuk mendapatkan mahrom untuk menuju ladang pencarian ilmu itu, karna jika untuk menikah terlebih dahulu mungkin
akan sangat mengenaskan serta membahayakan jadinya. Setelah itu persyaratan
kedua tentang hafalan al-qur’an , subhanallah saya sadar bahwa hafalan masih
sangatlah sedikit, pasti tidak akan mencukupi jika untuk di ajukan ke
persyaratan menimba ilmu di sana ,maka semua itu saya simpan rapih menjadi
sebuah PR atau tugas wajib.
Sampai pada saat lonceng berbunyi tanda hari
kelulusan dari pondok pesantren yang selama ini saya gali emas daripadanya akan
diumumkan. Hari dimana akan di tentukan kelanjutan tempat berjuang, karna di
pondok ada tahap pengabdian terlebih dahulu sebelum dapat memeluk sehelai
kertas yang sangat amat di sanjung adanya dan biasa di sebut dengan ijasah.
Maka dengan datangnya waktu ini pula saya mulai mematangkan masakan yang akan
di bawa sebagai bekal ke tahap yang
lebih ekstrim, yaa karna semua itu sudah sangat dekat keberadaanya, persiapan
100% tidak akan di dapatkan dalam jarak satu tahun kecuali dengan effort yang
tinggi dan perjuangan keras. Maka dengan kata bismillah telah terniatkan waktu setahun itu untuk berjuang mendapatkan
kegemilangan kelak. Selama perjalanan pulang menuju istana tercinta di Jakarta
banyak pernyataan yang tersampaikan kepada orang tua, mulai dari ciutnya hati
melihat persyaratan yang harus dihadapi karna otak nakal berfikir ,mampukah
saya melampaui semua itu dengan semua keterbatasan kemampuan yang ada?? Semua
keluhan kecil sampai yang terjumbo semua kusampaikan, maka beliau menjawab satu
persatu keluhanku dengan pelan halus tapi sangat berkena di hati. Satu kalimat
yang paling teringat “Mbak sarah, kesuksesan itu di capai bukan dari modal
atau persiapan yang sempurna. Tapi sukses bisa di gapai oleh usaha yang kuat
tanpa ada kata ‘Tapi’.” kata itu selalu tergiang ngiang d otak. singkat tapi mengandung berjuta makna.
Saya
menjalani hari demi hari bulan demi bulan dalam pengabdian selain dengan
pekerjaan wajib ku warnai pula dengan hafalan al-quran meski tidak penuh
dan belum bisa selalu on time, tapi
setidaknya selalu diusahakan, karna itu
PR berat yang pasti akan di taggih
pertanggung jawabannya setelah satu tahun berlalu. Dan dalam perantauan
pengabdian pula,saya gali sebanyak-banyaknya informasi tentang kuliah luar
negri. Karna yang kali ini infonya harus benar-benar fix, bukan waktunya menunda PR lagi. Salah satu
jalan yang di tunjukan oleh orang tua ialah dengan memberi nomer bapak yang
berkecimpung dalam hubungan luar negri karna menurut beliau supaya bisa lebih
mandiri dengan mencari info sendiri, meski awalnya sedikit tidak berani , karna
rada bingung memulai pertanyaannya tapi kuyakinkan diri ini untuk
memberanikannya. Melalui bapak `NJ’, saya awali percakapan itu dengan
salam dan tatanan bahasa yang disusun serapih mungkin ,karna yang saya ajak
berbicara ialah bapak pahlawan besar dan
hebat. Bermacam macam pertanyaan saya lontarkan pada beliau dari bagaimana cara, apa saja, siapa sajakah yang
mampu untuk lolos kejenjang yang gemerlap itu, ya bagaikan seorang wartawan
yang sedang mewawancarai narasumbernya. Melalui beliau saya mendapatkan banyak
informasi, syarat dari أ-ي, beliau pula yang merekomendasikan saya banyak Negara
diantaranya ada mesir juga maroko, sebenarnya untuk menuju ke mesir memang
bukan keinginan dari relug hati yang terdasar, tanpa mengurangi rasa hormat ,sejujurnya
itu dilandaskan rasa kurang suka dengan pertemuan dengan bagian yang sama untuk
kesekian kalinya, saya lebih suka untuk membuka jendela baru, ibarat dalam sebuah rumah supaya saya dapat
merasakan keindahan pemandangan yang berbeda. Mesir adalah Negara yang menggungah
untuk d keruk ilmuya tapi karna kalangan di dalamnya sudah terlalu banyak
manusia yang se-speies , maka ingin mencari keadaan yang berbeda. Dengan usulan
yang kedua Maroko, sebuah Negara yang bisa bilang sangat amat jarang tuk di
ketahui sejarah ataupun prasejarah
tentangnya. Dan dari percakapan yang kudapat tak ada satu pun kabar yang bapak
pahlawan ketahui tentang universitas idaman, meski raga ini terseyum atas
pemberitahuan ini karna kabar yg penting banyak terkandung didalamnya tapi hati
ini tak dapat d kelabui bahwa jiwa ini masih kuat melekat untuk menuntut ilmu
di tanah kelahiran nabi. Menurut beliau jaringan Indonesia dengan Negara mekkah
masih sangat sedikit itupun tidak beliau ketahui linknya .
Dari sini saya belajar bahwa tidak semua rencana yang kita susun dapat
terlaksana sesuai dengan siasat, tidak semua perkataan yg keluar sesuai dengan
apa yang kita fikirkan, begitu pula dalam menggambar belum tentu semua yang
kita curahkan sesuai dengan imajinasi kita, masih banyak jalan tuk menjadikan
kita orang yang bernilai, jika dalam usaha menuju target A gagal, maka alphabet
masih mempunyai B,C,D dan seterusnya sampai Z. maka saya berusaha untuk memulai
untuk membuka pintu lewat jalan yang lain. Di samping melengkapi info mekkah,
tentang maroko pun mulai saya cari tahu. Sampai pada saatnya tiba dimana orang
tua saya menunjukan jalan untuk mengambil kuliah di maroko. Fikiran ini masih
bimbang antara hati yang membara berkecambuk untuk melambaikan ouase di sana,
bagaimana tidak dalam mimpi sudah saya
bayangkan untuk dapat menuntut ilmu dalam lingkungan kuat keislamannya, di
sertai dengan ibadah tak tiada putusnya di masjid terbesar di dunia, negara yang tempat letak geografisnya sangat
strategis dibandingkan dengan Negara-negara lain dan tak sangat luput
kemungkinkan untuk dapat selalu mendoakan nama-nama yang saya sayangi di
tempat-tempat mustajab. Subhanallah semua bayangan itu hanya membuat saya
meneteskan air liur tanda keinginan. Meski saya sadar bahwa mimpi saya ke
mekkah ataupun perjuangan menuju Negara yang eksotis itu memang bukan seperti
telur yang jatuh saat sudah di ujung tanduk,karna urusannya pun belum tersentuh
oleh lapis luar kulit ari saya , tetapi mimpi serta asa yang sudah sampai
terlebih dahulu itulah yang memberatkan saya untuk mengubur harapan dalam-dalam
untuk berjuang di tanah kelahiran baginda putra padang pasir Rasulullah SAW.
Saya kembali menata hati, kata-kata “ridhollahi
fi ridhol walidi wa sukhtu robbi fi sukhtil
walidi” (ridho Allah terletak pada ridho orang tua dan murka Allah juga terletak pada murkanya
orang tua) memantapkan bahwa arahan dari orang tua itulah yang terbaik. Seakan cahaya
kehidupanku mulai bersinar pada tanggal 9 juli dengan datangnya sebuah pesan
singkat di telefon gengam milik abah, yang menandakan bahwa pendaftaran
beasiswa maroko sudah keluar, dan mempersilahkan untuk membuka wibsitenya.
Subhanallah saya kaget bukan kepayang.
Jalan Allah memang tak ada yang meyangka, tetapi kebahagiaan atas permulaan
perjuaangan seketika menjadi kembang kepis, saat sadar bahwa dari semua
persyaratan yang ada belum ada satu pun yang saya miliki. Dari TOAFL min 400, ijasah,
tanda peringkat saat jenjang terkahir di sekolah , ya tidak ada satupun yang
saya miliki sekarang sedangkan waktu pendaftaran hanya 4 hari, jiwa ini di
kelilingi rasa bingung yang dahsyat, ada bisikan kecil yang berkata dalam hati.
“mampukah saya menyelesaikan semua itu dalam waktu sesingkat itu?, apakah ini
berakhir dengan usaha yang sia-sia? Akankah ini menimbulkan air mata bahagia?
Atau justru malah sebaliknya?” aaarrghh
bisikan kecil yang nakal, saya tidak akan terpengaruh oleh rasa pesimis itu,
yakin dengan kekuatan Allah, nothing is impossible, if there is a will there is
a way. Dalam diam otak ini berfikir darimana
harus mengawali , bismillah berangkat ke pondok tempat mencari emas emas
kehidupan siang itu juga. Tak henti saya menyebut asmaNya agar memudahkan semua
urusan dalam pangambilan selembar kertas yang berisi perjuangan mencari emas
selama 6 tahun d pondok, karna saya sangat amat sadar bahwa pondok yang saya
ambil ilmu daripadanya sangatlah radikal dengan segala jenis peraturan, sedangkan
pada saat saya membutuhkan ijasah tidak bertepatan dengan waktu pengambilan
ijasah, waktu pegambilan masih 10 hari mendatang. Tapi apa salahnya mencoba,
karna tidak akan pernah tau hasilnya jikalau belum mencoba. Tak akan saya
biarkan semua ini hanya menjadi sekedar mimpi
10 july
2013, 08.00 wib kaki ini berjalan menuju rumah direktur KMI,ternyata Malam
harinya setelah solat terawih baru bisa di temui dan menjelaskan semua maksud atas
kedatangan saya. Setelah perbincangan serta pertimbangan yang mendalam beliau
menyatakan bisa bantu tapi saya di minta untuk mengikuti
prosedur yang ada. Maka dengan sigap saya mengiyakan semua prosedur yang harus
di lewati. Setelah itu saya lanjut ke tahap selanjutnya, kantor KMI untuk
meminta formulir pengambilan ijasah, ternyata bagaikan langit mendung mendadak
dan mengeluarkan petir yang begitu dahsyat. Saya tak kuat untuk menahan air
yang keluar dari pasangan bola mata karna bukan penyambutan yang saya hadapi
tapi peringatan serta marahan karna saya di anggap lancang karna mendatangi
direktur terlebih dahulu baru kebawahannya, sedangkan prosedur yang sebenarnya
melalui ustadzah KMI terlebih dahulu,setelah mendapat formulir baru
di anggap bisa menghadap direktur untuk minta tanda tangan serta nasehat dan
petunjuknya. Saya akui bahwa saya salah mungkin jika saya yang di posisikan
sebagai ustazah KMI pasti akan marah. Tetapi beliau juga tidak akan pernah sadar bagaimana porak porandanya hati ini untuk
menyatukan pecahannya yang telah terpecah berpuing puing. Masih belum berhenti
sampai disini setelah mendapatkan formulir, saya masih harus membuat insya dua
lembar hvs tentang pengalaman mengabdi, mendatangkan ust walikelas dengan setor
hafalan doa-doa serta ta’awudzat juga ma’tsurot, minta tanda tangan serta
nasihat kepada bapak pengasuh dan bapak direktur KMI. Itu semua adalah karcis
saya mengambil ijasah di pondok pusat yang letaknya di ponorogo. Maka semalaman
saya menggarap insya’ dengan keterbatasan segalanya .
11 july
2013, 06.00 wib pagi buta saya salami rumah bapak walikelas untuk melengkapi
persyaratan, setelah itu langsung menuju rumah bapak direktur, beliau
menguatkan saya dengan berbagai motivasi. Salah satu kalimat yang keluar dari
lisan beliau:“sebesar apapun ruang yang di berikan tuhan pada kita akan sempit
jika tanpa perjuangan dan doa. Dan ingat dia yang bersyukur dalam kekurangan
adalah dia yang memiliki kemuliaan hati”.
Betapa harunya diri ini mendengar nasehat yang keluar dr mulut nan mulia
itu. dari bapak pengasuh pondok putri 1, ada satu cerita yang sangat saya suka,
menurut beliau `sebagai perempuan yang menuntut ilmu disana harus kuat
effortnya! Karna tidak jarang yang belum dapat bertahan ia pulang ke Indonesia
dengan alasan nikah. Padahal dia bisa menemukan pria yang lebih ketika di
Indonesia nanti setelah kegemerlapan mengalunginya‘ . ya kata itu akan saya
camkan depan pelupuk mata ini.
12
july 2013 ijasah belum di tangan TOAFL belum ujian, sekarang waktunya menunggu
sedikit lagi proses. Ya memang saya sadar perjalanan menuju predikat alumni
tidak bisa semulus jalan tol, semuanya butuh proses. untuk mencapai dan
mendapatkan ijasah resmi masih ada tahap terkahir. Tak bosan saya panjatkan doa
padaNya,dalam sunyi memohon di bukakan jalan
serta hidayah.akankah mimpi yang sudah memecut jiwa ini berkahir dengan tangis
frustasi? Atau senyum prestasi?. Puji syukur bagiNya setelah mendapatkan tanda
tangan serta nasehat dari bapak trimurti inilah saat yang sangat di tunggu.
13
july 2013 dimana hari terakhir pendafratan , tepat pagi hari jam 09.00 wib telah terasa kelembutan
secarcik kertas yang mengisahkan jerih keringatku selama 6 tahun. Dengan rasa
senang dan sedikit tergesa gesa saya kirim berkas yang saya miliki dengan tanda
kutip besar bahwa syarat TOAFL baru sanggup saya lengkapi dua hari setelah itu.
Karna ujian TOAFL baru akan saya alami
siang hari itu juga. Ya karna istirahat itu pergantian
pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. begitu juga perjalanan menuju
gerbang sukses perlu pengorbanan tidak ada yang instant. Setelah ijasah keluar. Sekarang perjalanan pulang,serta persiapan
menelan soal TOAFL. Dalam keadaan capek dan lunglai serta tergesa gesa mengikuti
ujian TOAFL, yang hasilnya keluar dua hari sesudahnya. Setelah semua terlalui
dan telah saya kirim hasil dari TOAFL. Sekarang saatnya penantian. Ya semuanya
di dasarkan perjuangan serta persaingan yang ketat, karna memang manusia
terlahir di dunia ini pun atas dasar kemenangannya saat bersaing melawan jutaan
sperma lain dalam tuba palopi, dimana yang lebih sampai terlebih dahululah yang
berhak hidup sebagai janin. Dan mampu menghirup oksigen di ruang lingkup dunia
ini.
Seminggu berlalu dalam malam sepi tanpa
suara apapun kecuali getar kipas angin
.tiba tiba suara getar hape mengagetkanku karna pesan yang kuterima dari nomer
tak di kenal yang menandakan perintah untuk membuka email karna pengumuman
calon pnerima beasiswa maroko sudah d kirim pada masing masing penerima. Tanpa basa basi langsung
ku buka email ,ya Allah hati ini retak. Patah berkeping-keping karna dalam email tidak
ada notif apapun, tak mampu jika harus
mengecewkan kedua orangtua meski diri ini sadar
memang ini sudah jalan terbaik, belum rejeki. saya mencoba menenangkan keadaan.
Setelah di amati ternyata ada kesalahan tehnis mungkin mata saya memang kurang , tak sesempurna mata lain. Di email masuk kosong tidak ada email baru.tetapi
di spam ada 1 pemberitahuan yang berisi
bahwa di antara
selipan orang yang menerima beasiswa maroko ada nama manusia persis dengan nama saya. Maha hebat Allah, tak sanggup
menahan suka atas duka yang terlampaui dalam pencapaiannya.
Setelah
1 jalan terlewati masih ada beberapa gerbong yang harus di lewati.jalan menuju
maroko masih panjang, masih ada gerbong SKCK,
paspor, surat kesehatan . satu persatu harus saya selesaikan semua itu,
lagi lagi seakan pengorbanan dan tangis duka selalu mengintili saya sepanjang
perjalanan menuju gerbang negri seribu benteng ini. Mereka terlalu setia
menemani saya sampai titik darah penghabisan. Walau panas, hujan, dingin gerah
serta merta mandi keringat semua itu berubah menjadi peri bahkan bidadari saat
proses ini berjalan. Tak terlupa saat-saat mengurus skck, keliling kampung
bersama motor di payungi matahari mencari rumah bapak Rt dan Rw, setelah itu kantor kelurahan, baru bisa
menghadap bapak berbaju coklat nan gagah. Semua itu menjadi saksi, memang pahit
saat menjalaninya, tetapi sangatlah indah ketika mengingatnya saat ini.
Sampai saat detiknya menghampiri 22
september 2013 penantian selama 2 bulan
yang di tunggu. Dimana raga ini sudah sampai mulut gerbang bandara soekarno
hatta, semua pesan di ingat baik-baik. Semua perjuangan akan saya jadikan palu
selama beberapa tahun kedepan, maka ketika saat lupa akan niat awal biar palu
itulah yang menggetuk saya.
Penulis : Sarah Lathoiful Isyaroh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar