Sejarah
internet Indonesia dimulai pada awal tahun 1990-an. Saat itu jaringan internet
di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network,
dimana semangat kerjasama, kekeluargaan & gotong royong sangat hangat dan
terasa di antara para pelakunya. Agak berbeda dengan suasana Internet Indonesia
pada perkembangannya kemudian yang terasa lebih komersial dan individual di
sebagian aktivitasnya, terutama yang melibatkan perdagangan Internet. Sejak
1988, ada pengguna awal Internet di Indonesia yang memanfaatkan CIX (Inggris) dan Compuserve (AS) untuk mengakses internet.
Berdasarkan catatan
whois ARIN dan APNIC, protokol Internet (IP) pertama dari Indonesia, UI-NETLAB
(192.41.206/24) didaftarkan oleh Universitas Indonesia pada 24 Juni 1988. RMS
Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman
Siregar, Adi Indrayanto, dan Onno W.
Purbo merupakan
beberapa nama-nama legendaris di awal pembangunan Internet Indonesia pada tahun 1992 hingga 1994. Masing-masing
personal telah mengontribusikan keahlian dan dedikasinya dalam membangun
cuplikan-cuplikan sejarah jaringan
komputer di Indonesia.
Tulisan-tulisan
tentang keberadaan jaringan Internet di Indonesia dapat dilihat di beberapa
artikel di media cetak seperti KOMPAS berjudul "Jaringan komputer
biaya murah menggunakan radio"[1] di bulan November 1990. Juga beberapa
artikel pendek di Majalah Elektron Himpunan Mahasiswa Elektro ITB pada tahun 1989
Di sekitar tahun 1994
mulai beroperasi IndoNet yang dipimpin oleh Sanjaya. IndoNet merupakan ISP komersial pertama Indonesia.
Pada waktu itu pihak POSTEL belum mengetahui tentang celah-celah
bisnis Internet & masih sedikit sekali pengguna Internet di Indonesia.
Sambungan awal ke Internet dilakukan menggunakan dial-up oleh IndoNet, sebuah langkah
yang cukup nekat barangkali. Lokasi IndoNet masih di daerah Rawamangun di kompleks
dosen UI, kebetulan ayah Sanjaya adalah dosen UI. Akses awal di IndoNet mula-mula memakai mode teks dengan
shell account, browser lynx dan email client pine serta chatting dengan conference pada
server AIX. Tahun 1995, pemerintah Indonesia melalui Departemen Pos Telekomunikasi
menerbitkan ijin untuk ISP yang
diberikan kepada IndoNet yang dipimpin oleh Sanjaya dan Radnet pimpinan BRM. Roy Rahajasa Yamin.
Mulai 1995 beberapa BBS di Indonesia seperti Clarissa
menyediakan jasa akses Telnet ke luar negeri. Dengan memakai remote browser
Lynx di AS, maka pemakai Internet di Indonesia bisa akses Internet (HTTP).
Perkembangan terakhir
yang perlu diperhitungkan adalah trend ke arah e-commerce dan warung internet
yang satu & lainnya saling menunjang membuahkan masyarakat Indonesia yang
lebih solid di dunia informasi. Rekan-rekan e-commerce membangun komunitasnya
di beberapa mailing list utama seperti warta-e-commerce@egroups.com,
mastel-e-commerce@egroups.com, e-commerce@itb.ac.id & i2bc@egroups.com
Perjalanan
internet di Indonesia sangat bergantung pada orang yang menggemari teknologi
informasi atau komputer. Selain itu, juga sangat erat kaitannya dengan proses
pendidikan dan pengenalan open
source pada masyarakat
Indonesia.
Pra-Sejarah Internet di Indonesia
(1970-1993)
Ada dua hal yang perlu diperhatikan, jika
membahas seputar pra-sejarah Internet di Indonesia.
Pertama, populasi komputer Indonesia yang sangat minim sekali
seputar tahun 1970-1980an. Kedua, istilah Internet baru menjadi populer pada
tahun 1990an. Sebelumnya, nama dari sebuah jaringan komputer berdasarkan siapa
yang membiayainya atau siapa yang menggunakannya. Umpamanya: apranet, BITnet,
CSnet, NSFnet, UUSCPnet, dan seterusnya.
Internet merupakan media komunikasi yang populer
di Indonesia sejak akhir tahun 1990. Perkembangan jaringan internet di
Indonesia dimulai pertengahan era 1990, namun sejarah perkembangannya dapat
diikuti sejak era 1970-an.
Pada awal perkembangannya, internet dimulai dari
kegiatan-kegiatan yang bersifat non-komersial, seperti kegiatan-kegiatan
berbasis hobby dan dalam perkembangan selanjutnya kebanyakan diprakarsai oleh
kelompok akademis / mahasiswa dan ilmuwan yang sebagian (pernah) terlibat
dengan kegiatan berbasis hobby tersebut, melalui upaya membangun infrastruktur
telekomunikasi internet.
Peranan Pemerintah Indonesia dalam perkembangan
jaringan internet di Indonesia memang tidak banyak, namun juga tidak dapat
dikesampingkan, walaupun peranan mereka tidak terlalu signifikan. Dalam bab
ini, kita akan melihat, bagaimana pra-sejarah internet di Indonesia, serta
actor-aktor yang berperan didalamnya.
Hobby Amatir Radio
Sejarah
internet Indonesia dapat ditelusuri dari berbagai kegiatan sejumlah masyarakat,
khususnya dalam bidang telekomunikasi. Kegiatan-kegiatan tersebut lebih
merupakan kegiatan berbasis hobby atau yang bersifat amatir, tanpa ada tujuan
komersil. Kegiatan-kegiatan tersebut berhubungan dengan penggunaan radio
telekomunikasi yang kemudian memunculkan suatu komunitas penggemar komunikasi
radio, dikenal sebagai Amatir Radio yang tergabung di Organisasi Radio Amatir
Indonesia (ORARI_. Komunitas ini tidak hanya sekedar menggunakan radio sebagai
alat komunikasi saja tapi juga pada upaya meningkatkan kemampuan teknis dalam
membuat alat komunikasi / radio panggil. Booming radio amatir ini dimulai era
tahun 1970-an, dengan penggemar dari berbagai tingkatan usia, namun terutama di
kalangan remaja dan orang dewasa (usia 15-30 tahun).
Dari
komunitas ini pula kemudian dikenal komunikasi radio antar penduduk menggunakan
frekuensi Citizen Band (CB). CB sebenarnya tidak terkait langsung dengan
perkembangan infrasturktur telekomunikasi, karena lebih merupakan pengembangan
hobby berkomunikasi dengan sesama orang yang menggemari komunikasi antar-radio
yang dilakukan sebagian anggota masyarakat, sebagai alternative penggunaan
telepon.
Pada masa
itu, telepon sudah merupakan alat komunikasi yang umum, namun keharusan untuk
membayar biaya sambungan telepon merupakan hal yang cukup berat, terutama bagi
remaja/dewasa muda yang belum memiliki penghasilan tetap. Kemudian, mulailah
mereka menggunakan radio panggil / CB, yang bisa dipakai mengobrol berjam-jam
tanpa khawatir biaya telepon membengkak. Biaya yang diperlukan untuk
‘membangun’ radio panggil dan pemancarnya pun relative tidak terlalu mahal.
Komunikasi
dengan radio panggil pada saat itu masih menggunakan teknologi Analog dengan
frekuensi AM, dan masih dilakukan dengan sesama pengguna/penggemar radio amatir
yang berada dalam range/jarak tertentu yang mampu dicapai gelombang radio.
Secara bertahap, sejumlah orang dengan hobby radio panggil ini mulai
mengutik-utik radio mereka sehingga dapat mencapai range frekuensi yang lebih
jauh, sehingga mereka bisa terhubung dengan sesama pengguna radio panggil yang
ada di tempat yang lebih jauh. Ketika kemudian pengguna radio panggil mulai
banyak, mereka akhirnya membentuk komunitas yang dikenal dengan ORARI
Radio
Paket (Packet Radio) pertama diperkenalkan oleh seorang anggota senior ORARI,
Robby Soebiakto YB1BG, pada tahun 1987. Dengan menggabungkan teknologi paket
radio dengan computer, pemakai computer dapat mengirimkan data teks menggunakan
gelombang radio. Dengan menggunakan dua stasiun radio amatir milik ORARI di
Jakarta, pengguna radio amatir mendirikan BBS radio paket amatir. Cara ini
membantu mengembangkan komunikasi data dari komunikasi satu arah menjadi
komunikasi dua arah. Kemudian pada awal tahun 1990-an, teknologi paket radio
amatir mulai mempergunakan modem telepon, dan dalam perkembangan selanjutnya
membentuk jaringan Radio Paket Amatir yang dikenal sebagai AMPRNet (Amateur
Packet Radio Network), yang pada akhirnya mengarahkan komunitas penggunanya
pada internet. Salah satunya dengan upaya yang dilakukan kelompok akademisi dan
mahasiswa ITB, Amatir Radio Club (ARC) ITB dan Computer Network Research Group
(CNRG) ITB, dengan mensosialisasikan penggunaan radio paket sebagai sarana
sambungan dengan internet yang terhitung murah, khususnya bagi lembaga-lembaga
(pendidikan).
Dari
orang-orang inilah muncul sejumlah tokoh yang kemudian memiliki peran penting
dalam pengembangan teknologi telekomunikasi, hingga munculnya Internet di Indonesia.
Telepon BBS
Selain
Radio Amatir dan Radio Paket Amatir, ada pula teknologi yang dikenal dengan
Buletin Board System (BBS) berbasis FidoNET. Teknologi ini pertama kali dibawa
ke Indonesia awal tahun 1980-an oleh Jim Filgo saat bekerja di Kedutaan Amrik,
Malingping.
BBS
merupakan jaringan e-mail store and forward yang mengaitkan banyak ‘server’ BBS
amatir radio di seluruh dunia agar e-mail dapat dikirim dan terima dengan
lancar. BBS hanya menyediakan data dalam bentuk gambar-gambar atau informasi tertulis.
Untuk perangkat keras/hardware-nya sendiri, BBS merupakan perangkat computer
yang dilengkapi dengan modem dan sambungan kabel telepon. Jika ada beberapa BBS
yang saling terhubung, maka kita sudah dapat mengakses komputer (BBS) lain.
Sambungan antar BBS dilakukan melalui saluran telepon, dan karenanya pengguna
BBS umumnya merupakan kaum ‘elit’ / ekonomi menengah-atas karena sambungan
melalui saluran telepon terhitung mahal. (Lim, 2005)
Setelah
pensiun, Jim Filgo menjadi konsultan berbagai instansi seperti Badan Koordinasi
Keluarga Berencana (BKKBN). Di sana ia berteman dengan C C Yan, seorang
pengusaha lokal di Jakarta, dan keduanya kemudian memperkenalkan teknologi BBS
kepada komunitas peminat komputer di Jakarta. Salah satu ‘anggota’ komunitas tersebut
adalah Michael Sunggiardi, partner C C Yan di sebuah toko komputer, Computeria
di Ratu Plaza Jakarta, yang memiliki minat besar terhadap komputer dan bahkan
memiliki usaha komputer di Bogor. Michael Sunggiardi kemudian membawa dan
memperkenalkan teknologi tersebut ke Bogor.
Komunitas Penggemar Komputer
Akhir
tahun 1981, Michael Sunggiardi me mulai bisnis komputernya di Bogor. Awalnya ia
hanya menjalankan bisnisnya tanpa niat yang serius. Dimulai dari hobby
mengutak-atik barang elektronik, ia kemudian mempelajari teknik audio,
televise, videotape recorder (yang pada era 80-an merupakan alat hiburan yang
cukup popular) hingga Compact Disc Player (CD Player), sehingga ia memiliki
keterampilan teknis dalam bidang elektronika, dan kemudian mulai mengajar di sejumlah
kursus computer dan kursus elektronik di Jakarta, sambil menyambi bisnis dan
kuliahnya.
Ketika
mulai merasa jenuh dengan kegiatannya tersebut, ia mulai beralih pada komputer,
karena ia merasa bahwa teknis elektronika computer memiliki lebih banyak
tantangan. Ketika itu ia mulai membantu beberapa gerai computer di Harco,
Glodok Plaza Jakarta. Masa itu belum banyak orang paham apa itu komputer atau
bagaimana mengoperasikannya. Ia mempelajari teknis computer dan kemudian
menularkan ilmunya itu kepada beberapa rekanan sesama pedagang di harco dan
juga pada kursus-kursus computer. Ia bahkan sempat mengajari beberapa orang
yang sekarang ini menjadi icon-nya bisnis computer di Indonesia di
kursus-kursus, antara lain di Columbia Computer, CPU Computer, UPS Pascal.
Mulai dari aplikasi program Lotus, Wordstar, yang menurutnya akan terpakai bagi
orang-orang bisnis. Peserta kursusnya ketika itu tidak terbatas pada anak-anak
muda saja, namun sebagian justru orang-orang yang sudah berusia 40-an.
Tahun
1982 Michael mendirikan perusahaan PT Batutulis Graha Komputronika bersama 3
orang temannya di Jakarta dan Bogor. Mula-mula ia meletakkan komputer di toko
buku milik ayahnya di Bogor, dan hal itu ternyata menarik perhatian sejumlah
pelanggan. Karena para karyawan tidak paham mengenai computer, mereka
mengundang penanya-penanya tadi untuk kembali hari Sabtu dan mendapatkan
penjelasan dari Michael mengenai komputer dan cara pengoperasiannya. Hal ini
berlanjut sampai tahun 1984-1985, ketika ia mulai memiliki staff yang membantunya
menerangkan dan mengajari tentang computer.
Bisnis
komputer ini berkembang setelah ia memiliki klien ekspatriat asal Australia
yang bekerja di Balai Penelitian Veterinary di Tapos, dekat Ciawi. Selanjutnya
ia mulai memiliki banyak klien ekspatriat, antara lain dari Amerika dan Jepang,
yang bekerja di perusahaan di sekitar Bogor dan Jakarta. Pada awalnya mereka
datang untuk membeli komputer, tapi kemudian mereka banyak bertanya tentang
pengoperasian dan perangkat lunak, dan Michael pun mengajak para ekspatriat
tersebut untuk mempelajari komputer dan mengajarkan sejumlah program dan
perangkat lunak, antara lain Graphic Design dengan Desktop Publishing, Ventura
Publisher. Ketika itu ia masih memanfaatkan toko buku milik ayahnya di
Suryakencana, daerah Chinatown di Bogor, dimulai dari satu bagian toko buku
hingga akhirnya ia menggunakan lantai dua untuk bagian penjualan dan pelayanan
computer.
Tahun
1986-an, Michael berangkat ke Amerika dan kemudian memperoleh sertifikasi di
Ventura Publisher users di Santa Barbara sehingga dikenal sebagai one of the
first Asian yang memiliki sertifikasi. Pada tahun yang sama, Michael mendirikan
computer club/klub komputer Pangkalan PC yang ketika itu anggotanya mencapai
2.000 orang. Salah satunya adalah Izak Jeni, orang Indonesia yang membuat VoIP
Free World Dial Up bersama Jeff Parvour di New York. Antara tahun 1995-1997
Izak mengubah program untuk soundcard menjadi VoIP (Voice over Internet
Protocol), sehingga ia bisa berbicara (langsung) di komputer dengan ayahnya, almarhum
Aldi Jeni di Jepang.
Ketika
itu klub komputer yang didirikan Michael sering berkumpul di gedung Gramedia di
Jakarta, karena saat itu Michael cukup aktif membantu kawan dekatnya Kosasih
Iskandarsyah yang bekerja di Elexmedia, dan di Gramedia Pustaka Utama, divisi
penerbitan Gramedia, Michael memberikan training sehingga staff Gramedia tidak
hanya menggunakan komputer untuk sekedar mengetik saja, tapi juga untuk
men-set-up desain dan layout media cetaknya dengan Ventura Publisher. Ia terus
bekerja membantu Gramedia hingga tahun 1990-an.
Kegiatannya
di Computer Club sendiri dilakukan dengan resources yang terbatas, namun ia
cukup banyak melakukan inovasi, misalnya dengan membeli software original di
Amerika, kemudian ia mengutak-atik crack-nya sehingga software tersebut bisa
dicopy, dan kemudian dijadikan bahan presentasi di Klub dan di distribusikan ke
seluruh toko komputer di Indonesia, bekerja sama dengan prosuden disket SKC
dari Korea.
“Jadi
every meeting kita punya topik gitu. Ada software ini, saya ngomong. Software
ini gunanya ini. Kalau mau copy, silahkan. Sediain copynya. Itu kan masih 5 ¼
inches. Masih bisa gitu. Terus sampai akhirnya ada buku, fotokopi... fotokopi
ngebajak... jadi kayak Robinhood hahaha, one for all, all for one.”(Sunggiardi,
2005)
Kegiatan
klub tersebut berjalan sampai tahun 1990. Saat yang bersamaan, pada tahun 1987,
Michael juga membuka Klub yang sama di Bogor, sebagai cabang klub di Jakarta
sekaligus untuk menopang bisnis komputernya disana. Menurutnya, klub tersebut
bisa membantu edukasi dan market bisnisnya, karena dengan awareness klien,
penggunaan komputer akan jauh lebih besar dan luas.
Berbagai
upaya tersebut telah melahirkan suatu jaringan computer di Bogor, dengan
memperkenalkan teknologi computer dan aplikasinya. Walaupun pada awalnya
perkembangan itu dilakukan melalui upaya bisnis computer, namun ia menambahkan
unsur edukasi dan pengenalan computer melalui kegiatannya mengajar kursus
computer dan mendirikan klub computer di Jakarta dan Bogor.
Orang Indonesia di Luar Negeri
Perkembangan
infrastruktur internet pertama di Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh
aktifitas mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri pada era tahun 80-an.
Ketika itu, salah satu fasilitas komunikasi yang dapat diakses mahasiswa di
sejumlah universitas di luar negeri adalah koneksi internet. Mereka
memanfaatkan fasilitas tersebut untuk dapat saling terhubung satu sama lain,
dimulai dengan membentuk suatu komunitas mahasiswa Indonesia yang belajar di
universitas
Pada era
Orde Baru ketika rezim Soeharto berkuasa, banyak isu/topic pembicaraan
bernuansa social-politik yang dianggap “tabu”, terlarang untuk dibicarakan,
terutama bila menyangkut masalah politik dan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar
golongan). Mahasiswa sebagai salah satu kaum intelektual sempat mengalami
berbagai bentuk pencekalan terhadap kegiatan-kegiatan maupun wacana yang
berhubungan dengan isu/topic yang “tabu” itu. Keingintahuan mereka mengenai
kondisi di Indonesia ternyata terpenuhi dengan dibentuknya sejumlah mailing
list oleh mahasiswa Indonesia di luar negeri. Memang, pada mulanya mailing list
tersebut tidak dibuat sebagai ajang diskusi urusan social-politik Indonesia,
namun lebih sebagai sarana berkomunikasi antar mahasiswa ‘perantauan’, untuk
saling bertukar informasi seputar kegiatan mereka di masing-masing
sekolah/universitas dan mengenai berbagai kabar dari tanah air. Namun kemudian,
permasalahan social-politik Indonesia pun tidak luput dari topic
pembicaraan/diskusi mereka. Mereka merasa lebih ‘aman’ untuk membicarakan suatu
permasalahan yang menyangkut urusan social-politik nasional, karena pada saat
itu mereka hanya saling terhubung satu-sama lain dengan mahasiswa Indonesia
yang juga kuliah di luar negeri, sehingga tidak ada ‘pengawasan’ dari
pemerintah.
Pada
akhirnya, terbentuklah komunitas-komunitas mahasiswa Indonesia di luar negeri.
Dimulai dengan dibentuknya mailing list Janus Garuda Indonesia (Janus) dengan
alamat e-mail indonesians@janus.berkeley.edu pada tahun 1987, oleh Eka Ginting,
yang ketika itu sedang kuliah di University of Seattle, Amerika Serikat.
Ginting memanfaatkan server yang ada di University of California ~ Berkeley.
(Lim, 2005) Diskusi yang dilakukan dalam milis ini mula-mula bersifat saling
tukar informasi dan kemudian baru menyangkut berbagai isu seputar masalah
social-politik yang terjadi di tanah air. Diskusi kemudian mulai membahas
seputar isu SARA sehingga terjadi perpecahan di antara peserta milis, khususnya
kelompok-kelompok mahasiswa Indonesia yang beragama Islam dan Kristen.
Perpecahan ini kemudian berujung pada terbentuknya sejumlah mailing list kecil
berbasis agama (Islam dan Kristen), seperti is-lam@isnet.org, dialog@isnet.org
(berisi diskusi tentang Islam, muslim dan non-muslim) dan paroki@paroki.org
(untuk umat Katolik Indonesia), iccn@dbs.informatik.uni-muenchen.de (Indonesian
Christian Computer Network).
Hingga
tahun 1989, belum ada lagi mailing list yang dibentuk mahasiswa Indonesia, dan
barulah kemudian, pada tahun 1989 dibentuklah UK-NET oleh mahasiswa Indonesia
yang berkuliah di Inggris, disusul dengan INDOZNET –
Indonesia-Australia-Network, yang dibentuk mahasiswa Indonesia di Australia,
dan kemudian terbentuk pula Isnet (the Islamic Network), milis yang ditujukan
terutama bagi mahasiswa Muslim Indonesia yang berkuliah di Amerika Serikat.
(Lim, 2005)
Ketika
kemudian mereka kembali ke Indonesia, mereka tetap merasakan perlunya koneksi
internet untuk membantu komunikasi dan pertukaran informasi / data, namun kala
itu perguruan tinggi di Indonesia belum memiliki infrastruktur yang memadai
bagi akses internet. Baru beberapa perguruan tinggi yang mencoba membangun
jaringan komunikasi / network local kampus, dan itupun masih menggunakan radio
paket link, dengan kecepatan akses yang sangat lambat. Diantara
perguruan-perguruan tinggi tersebut adalah ITB, UI, dan UGM.
Maka
kemudian, sejumlah mahasiswa/akademisi yang baru kembali dari studi di luar
negeri tersebut mulai melakukan berbagai penelitian dan kemudian berupaya
membangun jaringan komunikasi (data), mula-mula di kampus mereka masing-masing,
dan pada akhirnya, mereka akan mencoba menyambungkan jaringan local kampus
tersebut dengan kampus lain, lembaga-lembaga pemerintah, dan pada akhirnya
dengan jaringan internet global.
Warung Internet (WARNET)
Mungkin tidak jelas siapa penyelenggara WARNET pertama kali
di Indonesia. Tampaknya aktivitas pembuatan WARNET mulai sekitar tahun
1996-1998. Wasantara dari PT POS Indonesia dan POINTER yang merupakan spin-off
dari CNRG ITB merupakan segelintir pionir WARNET di Indonesia. POINTER bahkan
sempat bereksperimen dengan VW Combi untuk WARNET keliling.
Warung
Internet adalah sebuah kata yang berkembang di antara para aktivis Internet
Indonesia pada tahun 1997-1998 untuk sebuah kios yang memiliki banyak komputer
untuk disewakan bagi pengakses Internet. Pada masa itu, secara tidak sadar
terjadi perebutan singkatan dari Warung Internet antara WARIN dan WARNET.
Seharusnya jika kita konsisten dengan proses menyingkat kata, seperti WARTEG
(Warung Tegal) dan WARTEL (Warung Telekomunikasi), maka yang seharusnya dipilih
adalah WARIN.
Karena
Internet, .NET, menjadi akhiran yang sangat menarik dalam jaringan Internet,
maka kebanyakan rekan di masa itu lebih memilih istilah WARNET daripada WARIN.
Oleh karena itu tidak heran hingga saat ini WARNET diadopsi oleh masyarakat
Indonesia.
Awalnya, semua aktivitas dilakukan di mailing list
asosiasi-warnet@itb.ac.id di server ITB. Dengan pertimbangan bandwidth ITB yang
terbatas ke Internet, pada tanggal 14 April 2000, diskusi rekan-rekan WARNET
pindah ke asosiasi-warnet@egroups.com yang kemudian menjadi asosiasi-warnet@yahoogroups.com
Pada
tanggal 25 Mei 2000 merupakan hari bersejarah bagi rekan-rekan w:WARNET –
karena telah lahir Asosiasi Warnet Indonesia yang ada secara fisik dalam
pertemuan di kantorw:DIKMENJUR. Dalam
sebuah rapat untuk melihat kemungkinan kerja sama antara rekan-rekan WARNET
dengan SMK, yang dipimpin oleh D. Gatot H.P., Direktur Menengah Kejuruan DIKNAS
pada saat itu. Asosiasi WARNET Indonesia kemudian dikenal sebagai AWARI.
Ketua
Asosiasi Warnet pertama adalah rekan Rudy Rusdiah, Bendahara rekan Adlinsyah
dan Sekretaris Abdullah Koro. Tampaknya aktivitas ketua AWARI waktu itu
dirasakan tidak terlalu transparan kepada teman-teman WARNET. Di akhir 2001,
dilakukan pertemuan rekan-rekan aktivis WARNET yang berakhir dengan digantinya
pengurus lama dengan presidium AWARI yang dipimpin oleh Judith M.S., Michael
Sunggiardi, dan Abdullah Koro.
Operasional WARNET di Indonesia bukannya tanpa perjuangan dan
tetesan darah para operatornya. Cukup banyak cerita horor yang terjadi pada
dunia WARNET di Indonesia, beberapa cerita yang cukup mengerikan, antara lain ;
·
Januari 2006, Malang,
Sweeping & penyitaan komputer WARNET karena pornografi
·
Juli 2005, Semarang,
WARNET Pointer di-sweeping walaupun menggunakan OS Legal
·
Juni 2005, Jogja,
Sweeping 80 WARNET & 4 Institusi masalah software bajakan, dan komputer
disita
·
Mei 2005, Depok,
Sweeping & penyitaan komputer WARNET karena software bajakan
·
Mei 2005, Bandung,
Sweeping & penyitaan komputer WARNET karena software bajakan
·
Maret 2005, Cilacap,
WARNET diciduk karena software bajakan dan Judith M.S. ditahan di POLRES
Cilacap
·
September 2004, Jogja,
Sweeping WARNET dan RT/RW-net dianggap ISP gelap
Sejarah Internet Indonesia/Media Online
Media
Online di Indonesia kebanyakan lahir pada saat jatuh-nya pemerintahan Suharto
pada tahun 1998, dimana alternatif media dan breaking news menjadi komoditi
yang di cari banyak pembaca.
Dari situlah kemudian tercetus keinginan
membentuk detikcom yang update-nya tidak lagi menggunakan karakteristik media
cetak yang harian, mingguan, bulanan. Yang dijual detikcom adalah breaking
news. Dengan bertumpu pada tampilan apa adanya detikcom melesat sebagai situs
informasi digital paling populer di kalangan pengguna internet Indonesia.
detikcom barangkali
merupakan media online Indonesia yang pertama yang di garap secara serius.
Tidak heran karena pendirinya kebanyakan dari media, Budiono Darsono (eks
wartawan DeTik), Yayan Sopyan (eks
wartawan DeTik), Abdul Rahman (mantan wartawan w:Tempo),
dan Didi Nugraha. Server detikcom sebetulnya sudah siap
diakses pada 30 Mei 1998, namun mulai online dengan sajian lengkap pada 9 Juli
1998. Jadi tanggal 9 Juli ditetapkan sebagai hari lahir Detikcom.
Masa awal detikcom lebih banyak terfokus pada
berita politik, ekonomi, dan teknologi informasi. Baru setelah situasi politik
mulai reda dan ekonomi mulai membaik, detikcom memutuskan untuk juga
melampirkan berita hiburan, dan olahraga.
Media
online lain tumbuh, beberapa di antaranya adalah
·
Kompas Cyber Media http://www.kompas.com
·
Republika
·
Suara Pembaruan
·
Media Indonesia http://www.mediaindonesia.com
Sejarah Internet Indonesia/Blog dan Blogger
komunitas
blogger mungkin mulai berkembang sekitar tahun 2003-an. Beberapa sumber
referensi tentang blogger Indonesia dapat dilihat di situs http://enda.goblogmedia.com/. Di samping
itu, usaha mendokumentasikan Blog Indonesia yang baik dilakukan di http://blogindonesia.wordpress.com.
Walaupun mungkin tidak sebesar komunitas mailing list, cukup
banyak blogger Indonesia di Internet. Beberapa diantaranya berada di mailing
list Blogbugshttp://groups.yahoo.com/group/blogbugs/,
Bandung Blog Village http://bbv.or.id/,
Blogstation komunitas blogger di Bogor Depok http://www.blogstation.org/weblog.php,
komunitas blogger Malang http://blogmal.tempemenjes.com/, http://planet.terasi.net/, komunitas
blogger Jogyakarta http://angkringan.or.id/baru and
Bloggerfamily forum http://www.bloggerfamily.com/.
Pertengahan
2004, sebuah survey tentang blogger Indonesia dilakukan oleh Nita Yuanita http://nita.goblogmedia.com/HTML/risetblog.html.
Rangkuman kesimpulan survey Nita Yuanita adalah sebagai berikut:
·
Popularitas / rating
sebuah blog sangat tergantung link dari blog yang lain.
·
Posting / content
menentukan rating dari sebuah blog.
·
Pembaca blog biasanya
secara rutin mendatangi 10 situs, dan maksimum membaca 5 situs.
·
Perkiraan kasar, jumlah
pembaca blog adalah 1.9 dari mereka yang menulis komentar.
·
Umumnya orang Indonesia
menggunakan blog untuk diary, jurnal atau menulis hal yang menarik dari
sekeliling mereka.
Di Akhir 2005, secara kelakar Blogger Ahmad
Husni Thamrin[1] menyatakan
bahwa tokoh dunia blog Indonesia adalah
·
Enda Nasution[2], Bapak Blogger Indonesia.
·
Priyadi Iman Nurcahyo[3], termasuk blogger yang sangat aktif dan
membuat gerah w:Roy Suryo.
Sejarah Internet
Pendidikan
Di tahun
1997-2000-an, Jaringan AI3 Indonesia [1] barangkali merupakan
jaringan Internet pendidikan skala besar yang sifatnya relatif swadaya
masyarakat yang pertama beroperasi di Indonesia. Backbone antar kota
menggunakan leased line dari divisi network telkom maupun VSAT dari Elektrindo
Nusantara.
Di bawah kepemimpinan DR. Gatot HP yang waktu
itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan di DIKNAS. Sekitar
tahun 2000, rekan-rekan di SMK se Indonesia mulai mengembangkan Jaringan
Informasi Sekolah tempat sharing pengetahuan antar guru SMK. Terutama mengandalkan
mailing list dikmenjur@yahoogroups.com.
Tahun 2004-an, SMK mulai mengembangkan WAN KOTA
yang konsepnya adalah membuat ISP kecil di sebuah kota untuk sekolah-sekolah di
kota tersebut agar dapat mengakses Internet secara bersama-sama dengan biaya
murah. Implementasi WAN KOTA dilakukan di sekitar 30-an kota di Indonesia.
Mereka yang berhasil adalah yang mempunyai SDM yang baik dengan di barengi
motivasi dan semangat juang untuk membangun jaringan di kota-nya. Salah satu
yang berhasil baik adalah WAN DKI di SMK Jayawisata yang di pimpin oleh Bona
Simanjuntak.
Tahun 2005, ICT Center di kembangkan lebih
lanjut di SMK-SMK yang baik untuk menjadi pusat pelatihan IT bagi kalangan
pendidikan maupun masyarakat umum di sebuah kota. Lagi lagi SMK Jayawisata di
Kali Malang Jakarta Timur di bawah pimpinan Bona Simanjuntak menjadi salah satu
ICT Center terbaik di Indonesia.
Telkom menyadari pentingnya literasi Internet
dan komputer di kalangan anak muda Indonesia yang menentukan masa depan
Indonesia dan tentunya pasar Internet Indonesia. Tahun 2004, Telkom mulai
mencanangkan program Internet Goes to School (IG2S) yang di pertengahan 2004 di
mulai dengan program workshop / pelatihan Internet gratis di berbagai kota di
seluruh Indonesia oleh DIVRE-DIVRE Telkom yang membuat ratusan ribu pelajar,
guru bahkan mahasiswa Indonesia menjadi tahu Internet.
Kemudian hari pada tahun 2005, beberapa DIVRE
Telkom juga melakukan manouver untuk memberikan pinjaman lunak ke
sekolah-sekolah yang ingin membangun Lab. Komputer-nya di sekolah.
Roadshow
ke berbagai kota di Indonesia tentang berbagai topik IT & Internet pernah
dilakukan.
Pada
tahun 2006, dipelopori oleh Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto yang saat itu
menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Departemen
Pendidikan Nasional atau Depdiknas membuat gebrakan baru dengan membuat sistem
jaringan berskala Nasional yang disebut dengan Jejaring Pendidikan Nasional
atau JARDIKNAS. Jejaring ini menghubungkan 464 titik (sampai 1 April 2007) yang
menyambungkan 390 Dinas pendidikan Kota/Kabupaten, 33 Kantor Dinas Pendidikan
Propinsi, 20 Perguruan tinggi penyelenggara program teknisi Jardiknas, 3 Unit
Depdiknas Pusat, 2 PPPG, 5 BPPLSP dan 1 LPMP. Seluruh sistem ini terhubung
menggunakan teknologi MPLS dengan memanfaatkan infrastruktur jaringan dari PT.
Telkom. Selain menghubungkan seluruh titik di atas, Jardiknas yang berpusat di
Gedung C Lantai 7 Depdiknas Senayan Jakarta, dihubungkan dengan link
Internasional sebesar 50 MBps dan link ke OpenIX sebesar 100 MBps.
Perjoeangan IT Untuk Demokrasi Indonesia Pemilu
2004
“Abaikan
saja segala sorotan dan suara-suara sumbang yang menyoroti kerja kita semua.
Pada saat rekan-rekan operator bekerja 24 jam, mereka asyik di rumah
masing-masing. Pada saat rekan-rekan supervisor dan simpul dimaki dan dicaci
oleh parpol, mereka asyik bercanda gurau dengan keluarga masing-masing. Pada
saat rekan-rekan teknis berjibaku dengan komputer yang macet dan koneksi yang
ruwet, mereka asyik menonton televisi sambil berkomentar. Mari kita laksanakan
amanah yang telah diberikan kepada kita, mari kita buktikan bahwa SMK tidak dapat dipandang sebelah mata.
Untuk seluruh rekan, jadikan setiap kritikan "yang membangun" sebagai
sebuah pelajaran untuk bekerja lebih baik. Ini adalah momen pendidikan yang
amat langka bagi kita semua.” Demikian Khalid Mustafa (khalid@bpgupg.go.id)
dari LPMP Sulawesi
Selatan yang termonitor di mailing list dikmenjur@yahoogroups.com pada hari
Sabtu 10 April 2004 pukul 18:36.
Khalid
seorang anak muda berusia 27 tahun-an guru SMK di Makassar merupakan salah satu dari
17.000 operator IT pemilu 2004 yang bekerja “rodi” untuk mensukseskan pemilu
2004. Minggu 11 April 2004, Khalid harus berkeliling ke semua kecamatan di
bawah tanggung jawabnya.
Berbagai
pemasalahan IT Pemilu antara lain di sebabkan (1) kurangnya sosialisasi KPU ke KPUD, KPUD ke PPK, PPK ke TPS, TPS
ke KPPS tentang bagaimana KPPS mengisi form C1-IT. (2) Kelambatan pengisian
form C1-IT. (3) terlalu banyak tugas PPK, akhirnya terlalu lelah untuk
melakukan koreksi data. (4) pihak PPK tidak tahu sama sekali program situng.
Demikian di kemukakan oleh Muhamad Kasmadi (muhkasmadi@yahoo.com) pada hari
Jumat, 9 April 2004 di Internet. Jelas delay perhitungan suara terjadi karena
proses perhitungan manual dari TPS ke kecamatan.
Kasmadi
adalah salah seorang koordinator subsimpul IT Pemilu 2004 yang merupakan guru SMK di Solo dan
aktivis jaringan informasi sekolah (JIS) yang mengkaitkan
beberapa sekolah di kotanya.
Gila-nya
ke 17.000 pejoeang IT ini hanya di beri honor sekedarnya untuk bekerja siang
malam dalam shift 24 jam. Pengorbanan yang luar biasa bahkan sampai
menggugurkan kandungan seorang ibu sukarelawan IT. Jelas, bukannya kebocoran
yang terjadi di lapangan akan tetapi para pejoeang ini justru memberikan
sumbangan tenaga, pikirannya bagi kesuksesan pemilu 2004, intangible yang tidak
terbayarkan oleh APBN negeri
ini di lengkapi hinaan, hujatan dari parpol. Tanpa ucapan terima kasih,
demikiankah profil para pemimpin partai & politik Indonesia? Tidak tahu
terima kasih? Memalukan.
Kunci
dari kekuatan IT Indonesia menuju demokrasi di bentuk oleh mahasiswa, guru SMK maupun siswa SMK.
Apa artinya? Investasi sejak tahun 2000 yang dilakukan oleh DR. Gatot HP
direktur sekolah menengah kejuruan di DIKNAS dengan program revolving fund-nya
untuk menyambungkan ribuan SMK di Indonesia ke Internet membuahkan
hasil yang spektakuler pada hari ini. Padahal dilakukan di sela-sela sweeping
2.4GHz yang dilakukan oleh POSTEL terhadap
beberapa sekolah / universitas.
Terlepas
masalah sweeping 2.4GHz & 5.8GHz yang memalukan oleh POSTEL, dengan memfokuskan semua sumberdaya
Indonesia untuk meng-IT-kan dunia pendidikan Indonesia yang berjumlah lebih
dari 50.000 sekolah di seluruh Indonesia, bukan mustahil akan menjadi
sumberdaya yang bukan main untuk kemajuan Indonesia maupun pemilu 2009.
Pernahkan
kita membayangkan mengkaitkan 4400 kecamatan yang tidak jelas lokasinya dimana?
Kontak person-nya dimana? Tentunya kita akan berasumasi bahwa data tersebut ada
diDEPDAGRI atau BPS,
kenyataannya semua data di DEPDAGRI bersifat
parsial dan sangat terdistribusi tidak terpusat. Akhirnya untuk pengambilan
keputusan di KPU,
data yang ada diDEPDAGRI menjadi percuma. Butuh waktu dua (2)
bulan bagi IT KPU untuk melacak, dan di kumpulkan di
server data center KPU secara terpusat.
Setelah
berjuang selama satu tahun dan selesai bulan Maret 2004, pada akhirnya IT KPU memiliki data data 147 juta pemilih
secara terpusat di data center KPU dilengkapi dengan 10 parameter
(variable) per pemilih, termasuk sebetulnya data dari 217 juta rakyat
Indonesia. Secara tidak kita sadari IT KPU telah merangkap fungsi dari SIMDAGRI maupun BPS dan dikerjakan dalam waktu yang sangat
singkat. Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi SIMDAGRI yang
sudah mengeluarkan dana ratusan milyar.
Dengan
data kecamatan yang ada maka pengiriman komputer dapat dilakukan. Rata-rata dua
(2) buah komputer untuk kecamatan di Jawa, dan satu (1) buah komputer untuk di
luar jawa. Bukan mustahil modal komputer ini dapat digunakan untuk e-government
yang berbasis di tingkat kecamatan untuk di komandani oleh DEPDAGRI.
Komunikasi
data dari tingkat kecamatan ke KPU juga ternyata membuat pusing kepala
karena ternyata hanya 2578 kecamatan yang dapat dilayani oleh Virtual Private
Network (VPN) dari Telkom. Sedang 1850 kecamatan harus
menggunakan telepon satelit byru yang di berikan oleh Pacific Satelit Nusantara
(PSN). Apa artinya? Ternyata PT. Telekomunikasi
Indonesia yang secara de-facto memonopoli dunia telekomunikasi di Indonesia
selama puluhan tahun hanya mampu menyambungkan 60% dari kecamatan di Indonesia
ke Internet. Pertanyaannya, POSTEL, Telkom & Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia (BRTI) anda kemana saja?
Apa hasilnya untuk meningkatkan penetrasi telepon & internet di tingkat
kecamatan? Program Universal Service Obligation (USO)
tampaknya salah strategi, agak aneh kalau IT KPU harus merangkap fungsi POSTEL.
Yang
paling menghambat akses publik pada www.kpu.go.id adalah pengencangan ikat
pinggang yang dilakukan oleh Telkom mengacu kontrak terhadap kecepatan Internet KPU menjadi hanya 1Mbps. Sialnya, kontrak
kecepatan 1Mbps PT. Telekomunikasi Indonesia berpatokan pada harga komersial
biasa dan bukan harga pemerintah. Memalukan memang jika kita memperhatikan
kelakuan Telkom serigala berbulu domba yang tidak mempunyai sense urgensi
kepentingan nasional.
Bangsa
ini cukup beruntung mempunyai pejoang-pejoeang dari APJII, PSN, Kabelvision yang
dalam waktu 24 jam akhirnya dapat meningkatkan bandwidth www.kpu.go.id ke
Indonesia Internet Exchange (IIX) menjadi 100Mbps
secara gratis! Terima kasih Heru Nugroho cs. anda semua memang patut memperoleh
tanda jasa.
Yang
cukup seru adalah penolakan partai terhadap hasil perhitungan IT KPU.
Padahal data sampai tingkat TPS ada di IT KPU dan dapat di akses melalui Internet di http://www.kpu.go.id. Koreksi data dan cross
check dari partai dapat dilakukan sampai tingkat TPS terhadap data di KPU.
Komentar
pengamat IT, seperti Roy Suryo, yang kadang mengatas namakan
komunitas IT seringkali membuat salah arah informasi. Padahal beberapa rekan
mengatakan bahwa grand design awal dari IT KPU lebih dari 2 Trilyun untuk mengkaitkan
360 kabupaten di submit oleh beberapa pakar IT. Tampaknya grand design tersebut
terlalu berlebihan sehingga akhirnya di gunakan lah para pejoeang IT oleh KPU yang berjibaku dengan dana hanya
sekitar Rp. 152 Milyard mengkaitkan 4400 kecamatan.
Sialnya,
para pakar & pengamat IT ini malah mengklaim bahwa test IT KPU hanya 8% yang berjalan. Belum lagi
klaim akan gangguan virus dan hacker. Padahal kita semua tahu dan dapat dilihat
dengan jelas di http://www.kpu.go.id bahwa H+5 sudah ada 69 juta suara yang
masuk dari 300.000 TPS dari total 585.000 TPS. Jadi siapa yang asbun?
Sebagai
akhir kata, pejoeang Khalid Mustafa berkata pada tanggal 10 April 2004 di
Internet, “Untuk seluruh rekan, yang selama beberapa hari ini terus menerus
bertarung melawan waktu dalam entri data, saya cuman mengucapkan selamat
bertugas. Apabila ada yang mengkritik, tolong diberikan solusi yang tepat,
jangan cuma asal bunyi. Buktikan bahwa kritikan yang diberikan adalah kritik
yang membangun, dan mari sama-sama memperbaiki kesalahan yang telah terjadi.”
Sejak 1988, CIX (Inggris) menawarkan jasa E-mail dan
Newsgroup. Belakangan menawarkan jasa akses HTTP dan FTP. Beberapa pengguna
Internet memakai modem 1200 bps dan saluran telpon Internasional yang sangat
mahal untuk mengakses Internet. Sejak 1989 Compuserve (AS) juga menawarkan jasa E-mail dan
belakangan Newsgroup, HTTP/FTP. Beberapa pengguna Compuserve memakai modem yang
dihubungkan dengan Gateway Infonet yang terletak di Jakarta. Biaya akses
Compuserve masih mahal, tetapi jauh lebih murah dari CIX.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar